Kini aku berdiri di depan pintu
gerbang sekolah yang di atasnya bertuliskan “SMP Negeri 179 Jakarta”. Yeah..
Inilah sekolahku sekarang, entah apa yang membuatku memutuskan untuk bersekolah
di sini. Padahal, tak ada niatan sama sekali aku untuk memilih sekolah ini.
Tapi yasudahlah, toh akhirnya aku masuk juga ke sekolah ini. Dengan menghela
nafas panjang dan dengan seragamku yang kini tak
lagi putih merah, aku melangkah dengan mantap memasuki gedung yang ada di hadapanku
saat ini. Semoga saja pelajaran dan kehidupan masa SMP ku akan berwarna.
Semoga...
Mataku menjelajahi seluruh isi kelas
VII-9, kelasku. Teman-teman baru! Ada juga teman lama. Ya karena memang teman
SD ku ada 8 orang masuk di kelas ini juga. Jadi, aku tinggal beradaptasi dengan
32 siswa lainnya. Teman pertamaku dan sekaligus teman sebangkuku di kelas
selain teman SD yaitu Larasati Sukma. Dia orangnya baik, cantik, dan sedikit
bawel. Oh iya, namaku Delfina Ramadhanty, biasa dipanggil Fina. Setelah MOS
(Masa Orientasi Siswa) berlalu, semua siswa diperintahkan memilih eskull apa
yang akan menjadi kegiatan mereka di luar jam pelajaran. Hm.. aku lebih memilih
mengikuti eskull KIR dan ROHIS, karena bagiku itu adalah eskull yang tidak akan
melelahkan.
Kehidupan SMP-ku sudah berlangsung
satu semester. Selama itu aku cukup senang, aku mempunyai banyak teman, tidak
hanya teman-teman di kelas saja, banyak temanku yang berasal dari kelas VII
yang lain, dan banyak kakak kelas yang kukenal. Mereka semua baik,ramah, dan
seru.
Liburan semester satu ini aku diajak
Bude untuk pergi ke Surabaya. Tentu saja aku menyetujuinya, aku kan belum
pernah ke Surabaya yang katanya mempunyai cuaca panas itu. Nyatanya setelah aku
berada di sana, kota itu tidak begitu panas, malah menurutku Surabaya kota yang
adem dengan pohon-pohon di sepanjang jalan yang membuat kita merasa nyaman
walaupun panasnya matahari dapat membuat kulit menjadi hitam dalam sekejap.
Liburanku ini terasa datar banget.
Dari pagi sampai sore hanya di rumah saja menunggu Bude pulang kerja, setelah
itu baru bisa jalan-jalan. Itu juga paling ke mall atau makan malam di luar.
Membosankan! Dengan kebosananku itu, Bude meminjamkan salah satu laptopnya
beserta modem dengan akses internet. Ya lumayanlah untuk mengurangi bosanku
itu. Aku coba membuka facebook. Sudah cukup lama aku tidak membukanya. Aku pun
mulai iseng dengan menulis status sedih dan galau. Tak berapa lama kemudian
Ares Hadinata, anak kelas sebelah dan juga satu eskull denganku, ia
mengomentari statusku.
“Lagi galau ya?”
“Hahaha.. Iya, tahu aja” ku balas
komentar dia.
“Kenapa? Ceritalah” balas Ares.
“Jangan disini, di chatting aja, tak
enak, terlalu frontal kesannya” balasku padanya. Tak berapa lama kemudian dia
ngechat aku. Dan mulailah kedekatanku dengannya. Dia orangnya asik juga, bisa
mendengarkan curhatan seorang wanita dan memberikannya masukan, kadang dia juga
bisa membuatku tertawa. Sayangnya, Ares sudah off duluan dan aku lupa meminta
nomer Hpnya, kan lumayan buat menemaniku selama liburan ini. Ah sial! Aku pun
kecewa. Aku berusaha mencari-cari nomer Hp Ares dari teman-temanku yang kurasa
juga mengenali Ares. Yeah.. Akhirnya dapat juga! Akupun bersorak gembira.
Setelah aku mendapatkan nomer Hpnya,
aku bingung apa yang harus aku lakukan. Mencoba mengirim SMS? Tapi mau nulis
apa? Bagaimana kalau dia tidak membalasnya? Kalau nomernya itu salah bagaimana?
Sejuta pertanyaan membuatku gelisah. Aku coba saja SMS dia menanyakan apa benar
ini nomernya Ares. Dengan ragu aku mencoba mengirimnya SMS. Dan kegelisahanku
tadi akhirnya tidak terbukti. SMSku dibalas olehnya! Aku kembali bersorak
gembira, entah apa yang membuatku senang seperti ini. Akupun semakin mengenal
Ares sejak kami berdua sering mengirim SMS. Aku merasa nyaman dengannya.
Hari ini aku ulang tahun! 29 Desember
2010! Memang kurang menyenangkan berulang tahun pada hari libur panjang seperti
ini, serasa tidak ada yang spesial di hari ini, tapi ya aku sudah terbiasa,
setiap tahun pasti seperti ini keadaan ulang tahunku. Banyak SMS dari teman-temanku
yang mengucapkan selamat ulang tahun padaku dan banyak juga yang mengucapkan
selamat ulang tahun di Wall facebookku.
Tapi aku merasa ada yang kurang,
seseorang tidak mengucapkannya padaku, bahkan seharian ini dia tidak mengirimku
SMS. “Ares, kamu dimana?” ucapku lirih dalam hati. Sampai malam aku tetap
menunggunya. Berharap dia akan mengirim SMS padaku hari ini. Tapi nyatanya
tidak sama sekali! Tidak terasa air mataku mengalir. Aku menangis! Dia tidak
mengucapkan selamat ulang tahun padaku, bahkan di facebookpun tidak. Ya ampun,
kenapa aku harus menangis? Siapa dia sampai kamu menangis Fina? Apa aku
menyukainya? Aku tidak tahu. Aku tidak pernah merasakan perasaan seperti ini.
Ya Tuhan, perasaan apa ini? Hatiku gelisah. Sepertinya aku benar menyukainya.
Cinta monyet masa SMP.
Aku berusaha menenangkan diri. Menarik
nafas dalam dalam. Esoknya aku kembali normal. Dan Ares akhirnya memberikan
kabar. Aku lega mendengarnya, meski masih kecewa karena dia tidak mengucapkan
selamat ulang tahun padaku. Tapi tak apalah. Aku berusaha tidak memasukannya ke
dalam hati.
Rutinitas sekolahpun kembali dimulai.
Semua berjalan seperti semula. Dan bagitu pula denganku dan Ares. Karena aku
masih bingung dengan perasaanku ini, aku menceritakan semuanya tentang aku dan
Ares kepada kakak kelasku yang sekalian sahabatku juga. Namanya Lita. Dan Lita
berjanji akan membantuku. Aku senang mendengar hal itu dari sahabatku. Tapi,
aku merasa Ares malah semakin dekat dengan Lita. Entah apa yang akan terjadi,
batinku merasakan ada yang mengganjal dengan semua ini.
Ketika Ares berulang tahun, aku memberikannya
sebuah jam tangan. “Thanks ya fin, aku akan jaga barang pemberianmu ini”
katanya padaku saat dia menerima hadiah itu. Tiga hari setelah aku memberikannya
hadiah, Ares bertanya padaku yang membuatku bingung harusku jawab apa.
“Fin, kamu suka sama aku?” tanya Ares
padaku.
“Hm.. bisa dibilang begitu, tapi kamu
aku anggap seperti sahabatku res” aku berbohong padanya, aku tidak tahu harusku
jawab apa pertanyaannya ini.
“Kamu tidak mau jadi pacarku?” tanyanya kembali yang
berhasil membuat jantungku berdegup sangat kuat.
“Sepertinya tidak, aku masih takut”
entah apa aku berbohong atau tidak atas jawabanku ini.
“Hm.. Yasudah kalau begitu” Jawab Ares
singkat. Sejak hari itu, hubunganku dengannya semakin renggang. Aku semakin takut.
Apa yang sedang terjadi?
Ketakutanku terjawab sudah, ternyata
Ares berpacaran dengan Lita! Aku shok berat! Aku menangis seolah tak percaya.
Mana mungkin bisa? Lita sahabatku! Kenapa dia berbuat seperti ini? Aku kecewa!
“Fin, dengarkan aku, aku tidak beneran
pacaran dengan Ares. Ini hanya pura-pura, Fin. Aku hanya sedang membantunya
dalam masalahnya” kata Lita saat memberikan penjelasan atas kejadian ini.
“Iya kamu tenang aja, Fin. Tidak usah
khawatir. Aku tidak benar-benar pacaran dengan Lita” tambah Ares menjelaskan
“Membantunya? Dalam masalah apa?”
jawabku masih dengan nada tak peraya.
“Ada lah masalahnya, kamu tidak perlu
tahu. Yang terpenting kamu jangan menganggapku pengkhianat. Aku mohon..” jawab
Lita dengan pasrah, aku menangkap ada sedikit kejujuran di matanya.
“Hm.. okelah Lit, aku percaya kok sama
kamu” sebisa mungkin aku mempercayainya. Walaupun aku masih ragu dengan ini.
Aku tidak lagi berkomunikasi dengan Ares, SMS ku sekarang sudah tidak lagi
dibalas olehnya. Hubunganku dengan Lita juga semakin renggang. Tak ada kabar.
Hingga tiga bulan kemudian Lita akhirnya menemuiku seusai acara ROHIS di masjid
sekolah.
“Apa kabar, Fin?” tanyanya ramah, tapi
ada perasaan takut dalam diri Lita saat itu, terlihat jelas olehku.
“Baik kok, bagaimana denganmu?”
tanyaku ramah membalas pertanyaannya tadi.
“Aku baik, aku mau bicara sesuatu padamu”
suara Lita seperti terlihat ragu-ragu.
“Yaudah, bicara saja” jawabku pendek
“Fin, maafin aku, jujur aku memang
beneran pacaran dengan Ares, maaf aku bohong sama kamu” kata Lita lirih. Akupun
kaget mendengarnya! Aku terdiam, tanpa sepatah katapun, tatapan mataku kosong!
“Fin?” ucap Lita sedikit takut.
“Kenapa kamu bohong, Lita? Kenapa?
Kamu tega Lit sama aku!” aku sudah tak kuat lagi. Air mataku sudah ingin
mengalir, aku tahan air matakun ini. Aku langsung pergi meninggalkannya tanpa
berkata lagi. Aku tidak menghiraukan Lita yang terus memanggil namaku dari
belakang. Aku benar-benar tidak kuat, sambil berjalan aku menyeka tangisku yang
mulai pecah. Hatiku hancur. Nafasku mulai naik turun tak beraturan. Aku
menangis sejadi-jadinya. Sahabatku Cindy yang tiba-tiba melihatku menangis datang
menghampiriku.
“Kamu kenapa, Fin?” peluknya erat
padaku
“Hiks.. hiks..” aku tidak dapat
menjawabnya. Aku sudah larut dalam kesedihan. “Kenapa kamu tega, Lit? Kenapa
kamu bohongin juga aku, Res? Padahal aku sayang kamu, andai kamu jujur, aku
akan menerima semuanya” ucapku mulai tidak beraturan.
“Tenangin diri kamu, Fin” Cindy
berusaha menenangi diriku meski dia belum tahu persis masalahnya, tapi percuma
saja, aku tak menggubrisnya sama sekali. Aku merasa manusia paling bodoh
sedunia yang tidak tahu apa-apa. Yang aku sesali, kenapa mereka berbohong?
Kenapa mereka dulu bilang itu hanya pura-pura? Argh..! Aku marah! Emosi!
Tubuhku down karena kejadian ini. Malamnya aku jatuh sakit dan esoknya aku
tidak masuk sekolah karena sudah tak kuat lagi.
Mulai saat itu aku membenci Lita. Lita
sahabat yang tega mengkhianatiku. Setiap bertatapan atau berpapasan dengannya
di sekolah, dengan reflek aku langsung menatapnya sinis. Kami juga saling
menyindir di jejaring sosial seperti facebook. Aku tidak perduli lagi kalau dia
itu kakak kelasku. Aku sudah terlanjur dibuat emosi oleh dirinya. Tapi, tidak
tahu kenapa aku masih saja tetap menyayangi Ares.
Hingga aku naik kelas ke kelas VIII,
aku masih membenci Lita yang kini sudah berada di kelas IX. Selama kurang lebih
lima bulan aku dan Lita seperti musuh bebuyutan. Tak pernah akur. Dan soal
Ares, aku benar-benar Lost Contact sama dia, tak ada komunikasi sedikitpun.
Jujur aku sedih dengan keadaan ini. Kini aku tak tau lagi keadaan Ares.
Perselisihan antara aku dan Lita
akhirnya terdengar oleh organisasi yang kami ikuti, ROHIS! Dan kami disidak
untuk menyelesaikan semuanya, dalam sidak terjadi perdebatan hebat antara aku
dengan Lita dan aku menangis diantara perdebatan kami, begitu pula dengan Lita.
Sidak ini tak menghasilkan apa-apa, diantara kami tak ada yang mau saling
mengalah dan meminta maaf.
Aku termenung, apa ini baik? Apa
dengan aku berselisih dengan Lita akan menyelesaikan masalah? Aku terus
berfikir tentang itu selama seminggu setelah sidak. Dengan mempertimbangkan berbagai hal, aku
menghela nafas dan mengambil keputusan. “Aku harus minta maaf!” cukup lelah aku
berselisih seperti ini, bahkan ini menambah dosaku jika aku tidak meminta maaf.
Tapi, Apa dia mau memaafkan aku?
“Aku minta maaf, Lit. Tidak seharusnya
aku begitu. Aku menyesal” ucapku saat ku temui Lita untuk meminta maaf.
“Aku maafin kamu, Fin. Jujur aku capek
begini terus. Dan aku juga menyesali perbuatanku ke kamu dulu. Awalnya aku
memang tidak beneran pacaran dengannya, tapi akhirnya aku jadi beneran pacaran.
Tapi, dulu aku berbohong begitu bukan tanpa alasan. Dulu aku tidak mau nilai
kamu turun karena memikirkan Ares, makanya aku merahasiakannya padamu, maafkan
aku. Hubungan aku sama Ares juga sudah berakhir kok, dia ngerasa udah di
khianatin cintanya olehku karena aku tidak menepati janjiku padanya” jawab Lita
tersenyum dengan uluran tangan. Jawaban yang tidakku sangka-sangka.
Sambil menyambut uluran tangannya “Jadi
begitu toh. Thanks, Lit. Oke, kita mulai persahabatan kita dari awal lagi?
Bagaimana?”
“Siap! Dan jangan ada lagi perpecahan
diantara kita” ucap Lita senang. Perselisihan kami akhirnya berakhir dengan
berjabat tangan ini dan kami saling berpelukan. Persahabatan ku dengan Lita
kini semakin erat. Kami seolah seperti saudara kandung. Bahkan saking sohibnya,
ada yang bilang kami ini dua serangkai yang kemana-mana selalu berdua. Sebuah
persahabatan belum lengkap jika kita belum merasakan semuanya, susah, senang,
jatuh, bangun dan pertengkaran. Karena semua itu akan membuat kita semakin
mengenal sahabat kita sendiri. Dan soal Ares, aku masih menyayanginya.
Perasaanku masih sama seperti dulu ketika mengenal Ares.
Semester dua bulan ke-3 ini ada
sedikit perubahan, aku mendapatkan teman baru, dia kakak kelasku, namanya Rian
Ardiano, Rian ini juga temannya Lita. Aku sangat dekat dengan dia. Saking
dekatnya, aku sama sekali tidak mengingat Ares sebagai orang yang kusayangi.
Seolah Ares menghilang dalam hatiku. Rian membuatku bangun dari keterpurukanku
akan Ares. Aku menyatakan suka pada Rian dan dia bilang juga mempunyai rasa
yang sama terhadapku. Betapa senangnya aku.
Dengan Rian aku merasakan kenyamanan.
Dia begitu perhatian padaku. Dia juga memanggilku dengan sebutan “incu” dan aku
memanggilnya “opah”. Aku juga mengenal keluarganya. Pernah suatu ketika saat kami
sedang jalan-jalan bersama, Aku, Timeh, Selly, Lita, Arief, dan juga Rian, kami
pergi ke rumah hantu yang lagi ada di PGC. Aku sangat ketakutan saat memasuki
rumah hantu tersebut. Tanpa kusadari Rian menggenggam tanganku. Aku merasakan
kenyamanan di sela ketakutan ku itu. Perasaanku sudah tak bisa lagi
digambarkan.
Tapi, aku dengar Rian tak hanya bilang
suka kepadaku, tapi ke semua wanita yang dekat dengannya. Hatiku hancur untuk
yang kedua kalinya. Kedekatan ku dengan Rian hanya berlangsung tiga bulan. Hancurnya
hatiku ini tak berlangsung lama, tidak seperti kehancuran hatiku terhadap Ares
yang sampai memuncak dan mengalami sakit yang sangat lama. Mungkin perasaanku
terhadap Rian hanya sebagai pelarianku dari Ares. Aku memutuskan untuk mulai
hidup tanpa adanya cinta di hidupku untuk saat ini. Aku ingin meredakan hatiku
sejenak. Esok aku tak lagi di kelas VIII, melainkan kelas IX.
Ketika aku memasuki kelas IX, tidak
disangka aku sekelas dengan Ares. Sikapku biasa saja mengetahui hal itu. Aku
sudah tak memiliki perasaan apa-apa terhadapnya meski rasa sayang itu masih ada
walaupun sedikit. Tapi itu tak masalah bagiku.
Sejak masuk kelas IX, komunikasiku
dengan Ares kembali terjalin, mungkin karena kami sekelas. Ada sedikit perasaan
senang di hati kecilku, tapi segera kubuang jauh-jauh perasaan itu. Aku tidak
mau lagi terjebak oleh cinta. Tapi Ares seperti tersihir, sikapnya kembali baik
padaku sehingga aku menjadi teringat akan masa lalu. Aku seperti ingin menangis
mengingat semua itu, aku takut perasaan ku kemabali seperti dulu.
“Fin, maafin aku, dulu aku jahat
banget sama kamu. Kamu mau maafin aku? ” ucapnya suatu hari di akhir bulan
Agustus.
“Iya aku sudah maafin kamu kok, lagi
pula itu masa lalu” jawabku sekenanya.
“Hm.. andai aku dulu aku lebih milih
kamu, mungkin kita akan adem-adem aja dan aku tidak akan ngerasain sakit hati
kayak gini. Kenapa aku salah milih?” sesal Ares. Ares memang merasa sakit hati
karena Lita dulu pernah memberikan janji pada Ares yang tak ditepati Lita.
“Hidup itu adalah pilihan, Res. Itulah
yang dulu kamu pilih”
“Iya, apa waktu bisa diputar lagi?”
kata Ares yang tidak ku tahu maksudnya apa.
“Jika waktu bisa diputar apa yang akan
kamu lakukan?” tanyaku pada Ares.
“Hm.. Aku.. aku mau pacaran sama kamu
aja. Sama Lita aku malah disakitin begini. Ya mungkin sama kamu aku bahagia”
jawaban Ares membuatku terdiam.
“Ya karena dulu hati kamu memilih
Lita, bukan aku” hanya itu yang dapat aku katakan.
“Aku emang dulu tak ada hati ke kamu,
aku sudah dibutakan sama Lita” terang Ares.
“Penyesalan selalu datang terlambat,
Res” aku coba menyemangati Ares
“Kalau sekarang? Mungkin sudah
terlambat” kata Ares yang membuatku bingung
“Maksud kamu?” jawabku tidak mengerti.
“Apa kamu masih suka sama aku?”
pertanyaan Ares yang membuatku kaget.
“Kamu itu First Love ku, Res. Susah
bagiku melupakanmu” aku berusaha jujur sama perasaanku.
“Dulu aku emang tak ada hati untukmu,
Fin. Tapi, sekarang ada walaupun tidak sepenuhnya. Aku masih tidak enak sama
kamu. Sekarang kita gimana?”
“Aku tak tahu” jawabku singkat.
“Kita PDKT aja dulu ya, Fin” kata Ares
membuatku terdiam.
Sejak itu aku dengan Ares kembali dan
semakin dekat. Bahkan dia tak segan memanggilku dengan sebutan “sayang”. Kami
juga jadi sering jalan bareng. Kedekatanku dengan Ares ini tidak diketahui oleh
teman sekelas kecuali teman sebangku ku dan Putri, karena Ares meminta
merahasiakan semua ini.
Aku semakin menyayanginya. Perasaanku
kembali seperti dulu dan bertambah besar. Tapi aku sadar, kecil kemungkinan
Ares akan menyayangiku, mungkin tidak sama sekali.
Suatu hari Ares memberikan kabar bahwa
dirinya telah memiliki pacar. Aku kembali shok! Hatiku hancur lagi!
Sehancur-hancurnya! Pacarnya Ares teman sekelas ku yang juga sekelas dengan Ares.
Aku kembali menangis, meratapi diriku yang mudah sekali terbuai oleh cinta. Aku
memang bodoh. Ares terus meminta maaf padaku saat dia bilang telah memiliki
pacar. Buat apa dia meminta maaf? Toh itu sama saja. Hatiku tetaplah hancur.
Lebih hancur dari sebelumnya.
Butuh waktu lama untuk memulihkan
diriku ini. Aku harus menerima kenyataan yang ada. Memang benar pepatah
mengatakan “bahwa cinta tak harus memiliki”
Aku sekarang tak ada hubungan lagi
dengan Ares. Aku ikhlaskan Ares. Bahagianya adalah bahagiaku. Aku tak boleh
egois. Ares juga mempunyai jalan hidupnya. Ares memiliki kebebasan untuk
memilih jalan hidupnya. Biarkan dia jalanin apa yang dia pilih saat ini. Aku
hanya dapat mendo’akannya agar Ares bahagia. Merasakan kebahagiaan yang dia inginkan.
Karena hati memang tidak bisa dipaksakan.
“Aku menyayangimu dengan keikhlasan.
Aku mencintaimu, kemarin, detik ini, dan hingga nanti..”
The End